Winnie The Pooh - Piglet Lidwina Mayang: November 2013

Senin, 25 November 2013

PERUSAHAAN YANG MENERAPKAN PRINSIP UTILITARIANISME ATAU CSR

Pengertian Utilitarianisme 

Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility), biasanya didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. "Utilitarianisme" berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill (1784 – 1832). Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.

Etika Ultilitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama – sama bersifat teologis. Artinya keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar pada baik atau buruknya suatu keputusan.

Teori Tujuan Perbuatan


Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang. Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.


Beberapa Ajaran Pokok


Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.

Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.
Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.
Ajaran bahwa prinsip kegunaan terbesar hendaknya menjadi kriteria dalam perkara etis. Kriteria itu harus diterapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.

Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme


Kriteria pertama adalah manfaat , yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.

Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternative lainnya.
Kriteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, yaitu dengan kata lain suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut etika utilitarianisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.

Secara padat ketiga prinsip itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.


Nilai Positif Etika Utilitarianisme


Etika utilitarianisme tidak memaksakan sesuatu yang asing pada kita. Etika ini justru mensistematisasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut penganutnya dilakukan oleh kita sehari–hari.

Etika ini sesungguhnya mengambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang secara rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup, khususnya dalam hal moral dan juga bisnis.
Nilai positif etika utilitarianisme adalah:

Rasionalitas. Prinsip moral yang diajukan oleh etika utilitarianisme tidak didasarakan pada aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami.

Universalitas. Mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang yang melakukan tindakan itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik bagi saya, yang baik juga bagi orang lain.

Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika utilitarianisme mempunyai 2 daya tarik yaitu :

Etika utilitarianisme sejalan dengan instuisi moral semua manusia bahwa kesejahterahan manusia adalah yang paling pokok bagi etika dan moralitas.
Etika utilitarianisme sejalan dengan instuisi kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan manusia harus dipertimbangkan, dinilai dan diuji berdasarkan akibatnya bagi kesejahterahan manusia.

Utilitarianisme Sebagai Proses dan standar Penilaian


Sebuah penilaian mengenai kesejahteraan manusia, atau utiliti, dan,

Sebuah petunjuk untuk memaksimalkan kesejahteraan (utiliti), yang didefinisikan sebagai memberikan bobot yang sama pada kesejahteraan orang per-orang.

Analisa Keuntungan dan Kerugian


Utilitarianisme mengatakan bahwa tindakan yang benar adalah yang memaksimalkan utiliti, yaitu memuaskan preferensi yang berpengetahuan sebanyak mungkin.

Dalam pandangan kaum utilitarian-aturan, perilaku tak adil dalam mendiskriminasi kelompok-kelompok minoritas menyebabkan meningkatnya ketakutan pihak lain dengan mengalami aturan yang mengijinkan diskriminasi.
Keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan. Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang dan untuk jangka panjang.

Kelemahan Etika Utilitarainisme


Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam praktiknya malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Karena manfaat manusia berbeda yang satu dengan yang lainnya.

Persoalan klasik yang lebih filosofis adalah bahwa etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai dari suatu tindakan sejauh kaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat.
Etika ultilitarinisme tidk pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang.
Variabel yang dinilai tidak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu sulit mengukur dan membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variabel yang ada.
Kesulitan dalam menentukan prioritas mana yang paling diutamakan.
Etika utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Yang artinya, etika utilitarianisme membenarkan penindasan dan ketidakadilan demi manfaat yang lebih bagi sekelompok orang.

Kaitannya Prinsip Utilitarianisme dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Prinsip utilitarianisme dan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki makna yang hampir sama dan hubungan yang erat.

Dalam hal ini pengertian CSR Corporate Social Responsibility berkaitan dengan mekanisme pengaturan diri perusahaan yang terintegrasi dan berhubungan erat dengan segala aturan, tanggung jawab, norma, dan etika yang berlaku di lingkungan sekitar. Jadi dalam CSR, sebuah perusahaan dalam proses perjalanannya diharapkan tidak hanya mengutamakan segi keuntungan materi semata, namun juga memikirkan keadaan pihak-pihak lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan tersebut.

Perusahaan yang Telah Menerapkan Utilitarianisme atau CSR

Sejak didirikan pada 5 Desember 1933Unilever Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain.

Selama ini, tujuan perusahaan kami tetap sama, dimana kami bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari; membuat pelanggan merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan melalui brand dan jasa yang memberikan manfaat untuk mereka maupun orang lain; menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya yang bila digabungkan akan membuat perubahan besar bagi dunia; dan senantiasa mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang memungkinkan kami untuk tumbuh sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Saham perseroan pertamakali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia. Cleaning productPerseroan memiliki dua anak perusahaan : PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos.

Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas perseroan. Kami memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar di seluruh nutrisi.

Perseroan mengelola dan mengembangkan bisnis perseroan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan. Nilai-nilai dan standar yang Perseroan terapkan terangkum dalam Prinsip Bisnis Kami. Perseroan juga membagi standar dan nilai-nilai tersebut dengan mitra usaha termasuk para pemasok dan distributor kami. Perseroan memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jakarta. Produk-produk Perseroan berjumlah sekitar 43 brand utama dan 1,000 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 500 distributor independen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh Indoneisa. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi milik sendiri, gudang tambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya.

Sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial, Unilever Indonesia menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang luas. Keempat pilar program kami adalah Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain kampanye Cuci Tangan dnegan Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).

Unilever Indonesia Memiliki Visi :
Empat pilar utama dari visi kami menggambarkan arah jangka panjang dari perusahaan  kemana tujuan kami dan bagaimana kami menuju ke arah sana.

a). Kami bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari
b). Kami membantu orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan bagi orang lain
c). Kami menjadi sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap hari yang dapat membuat perbedaan besar bagi dunia
d). Kami akan mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan membesarkan perusahaan kami dua kali lipat sambil mengurangi dampak lingkungan


Kami selalu percaya akan kekuatan brand kami dalam meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dan dalam melakukan hal yang benar. Semakin bertumbuhnya bisnis kami, meningkat pula tanggung jawab kami. Kami mengenali tantangan global seperti perubahan iklim yang menjadi kepedulian kita bersama. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari tindakan kami selalu menyatu dalam nilai-nilai kami dan merupakan bagian fundamental mengenai siapa diri kami. 

SUMBER : 

Selasa, 05 November 2013

Kejahatan Korporasi di Bidang Ekonomi

Pengertian Kejahatan Korporasi

1.Black’s Law Dictionary
corporate crime is any criminal offense committed by and hence chargeable to a corporation because of activities of its officers or employees (e.g., price fixing, toxic waste dumping), often referred to as “white collar crime.
{Kejahatan korporasi adalah segala tindak pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan kepada sebuah korporasi karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pegawai dan karyawannya (Penetapan harga, pembuangan limbah), seringkali dikenal sebagai kejahatan kerah putih.}

2.Sally A. Simpson (mengutip John Braithwaite)
Conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law.
(Perilaku sebuah korporasi atau para pegawainya atas nama korporasi, dimana perilaku tersebut dilarang dan patut dihukum oleh hukum.)
Menurut Sally A. Simpson, terdapat 3 poin penting pada pendapat John Braithwaite, yaitu :
a. Tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Oleh karena itu, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi.
b. Baik korporasi (sebagai “subyek hukum perorangan” ) dan perwakilannya ( illegal actor ) termasuk sebagai pelaku kejahatan, dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan, dan kualitas pembuktian dan penuntutan.
c. Motivasi kejahatan yang dilakukan oleh korporasi bukan bertujuan untuk kepentingan pribadi (individu), melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasi. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional.

3. B. Clinard & Peter C Yeager
Setiap tindakan korporasi yang bias, dimana diberi hukuman oleh negara, entah di bawah hukum administrasi negara, hukum perdata, atau hukum pidana. Kejahatan Korporasi merupakan bagian dari kejahatan kerah putih, namun lebih spesifik. Merupakan kejahatan teroganisasi dalam hubungan yang kompleks dan mendalam antara seorang pimpinan eksekutif dan manager dalam suatu tangan. Dapat juga berbentuk sebagai perusahaan keluarga, namun tetap dalam kejahatan kerah putih

Bentuk Kejahatan Korporasi


1. Kejahatan korporasi di bidang ekonomi : 
 antara lain berupa perbuatan tidak melaporkan keuntungan perusahaan yang sebenarnya, menghindari atau memperkecil pembayaran pajak dengan cara melaporkan data yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, persekongkolan dalam penentuan harga, memberikan sumbangan kampanye politik secara tidak sah. Praktek pemberian keterangan yang tidak benar dilakukan korporasi dengan modus operandi transfer pricing, under invoicing, over invoicing, dan window dressing. Kejahatan korporasi di bidang ekonomi terus berkembang mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat suatu bangsa.

2. Kejahatan korporasi di bidang sosial budaya : 
antara lain kejahatan terhadap hak cipta, kejahatan terhadap buruh, kejahatan narkotika, dan psikotropika. Kejahatan hak cipta dapat berupa pembajakan kaset video/audio, pembajakan buku-buku, dan lain-lain. Kejahatan korporas terhadap buruh atau tenaga kerja berupa perbuatan-perbuatan yang mengabaikan keamanan dan kesehatan kerjanya. Kejahatan narkotika dan psikotropika dapat juga dilakukan oleh korporasi (misalnya dalam penyalahgunaan ekspor impor obat tersebut) dan korporasi itu sendirilah yang harus bertanggung jawab.

3. Kejahatan korporasi yang menyangkut masyarakat luas :
dapat terjadi terhadap lingkungan hidup, konsumen dan pemegang saham. Kejahatan terhadap lingkungan hidup berupa pencemaran dan atau perusakan kondisi tanah, air dan udara suatu wilayah. Kejahatan korporasi terhadap konsumen berupa perbuatan-perbuatan, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun akibat kelalaiannya memproduksi, mengedarkan, menawarkan produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan manusia, juga pernyataan yang menyesatkan (mislead) dalam periklanan. Kejahatan korporasi yang dapat menimbulkan kerugian terhadap pemegang saham (investor) sering terjadi dalam pasar modal dengan modus operandi praktik pemberian keterangan yang tidak benar, penipuan dan memanipulasi pasar

Contoh Kasus : 
KASUS LUMPUR LAPINDO SEBAGAI KEJAHATAN KORPORASI

A.     Kasus
            Banjir lumpur panas Lapindo di Sidoarjo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang terjadi sejak tanggal 27 Mei 2006. Semburan lumpur panas telah mengakibatkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lokasi semburan lumpur panas berada di Kecamatan Porong, di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 kilometer sebelah selatan Kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan di sebelah selatan. Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur BanjarPanji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai pelaksana teknis blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut.
            Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori yang berhubungan dengan asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur "kebetulan" terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Lokasi tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.

B.     Analisis
            Korporasi yang saat ini sedang mendapat sorotan atas dugaan pelanggaran terhadap lingkungan yang sedang terjadi adalah Lapindo brantas Inc. yang terkait dengan luapan lumpur dan gas di Porong Sidoarjo Jawa Timur. Telah 200 hari sejak pertama kali lumpur itu menyembur dari sumur galian milik Lapindo Brantas Inc., salah satu dari berbagai anak perusahaan milik PT. Energi Mega Persada Tbk (EMP). Lapindo Brantas didirikan khusus untuk mengeksploitasi sumur-sumur yang ada di Blok Brantas, dalam hal ini, Lapindo Brantas/EMP ibaratnya hanya sebagai operator, sedangkan saham Blok Brantas tersebut dimiliki bersama oleh PT. Energi Mega Persada Tbk, PT. Medco Energi Tbk, dan Santoz LTD-Australia Perusahaan-perusahaan yang menguasai saham di Lapindo Brantas/EMP merupakan perusahaan yang juga memiliki berbagai kilang minyak dan gas yang tersebar seantero Nusantara.
            Perbuatan pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di blok Brantas yang telah terjadi selama beberapa periode eksplotasi ini telah membuat Lapindo Brantas menjadi tersangka utama dalam dugaan adanya pelanggaran terhadap UUPLH sekaligus penerapan sanksi pidana terhadap sangkaan terjadinya kejahatan korporasi oleh Lapindo Brantas, sampai saat ini menyebab dari semburan lumpur tersebut masih diselidiki oleh pihak yang berwenang, namun korban serta lingkungan yang rusak terus bertambah besar dan luas jumlahnya, tanpa ada yang tahu kapan lumpur tersebut akan berhenti menenggelamkan Kec. Porong dan sekitarnya. Yang sangat jelas terlihat saat ini adalah Lapindo Brantas/EMP sebagai pemegang hak
            eksploitasi dan eksplorasi dari BP Migas telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga Pasal 45 undangundang tersebut. Namun tentunya dalam hal Lapindo, jika nantinya tidak dapat ditemukan bahwa penyebab menyemburnya lumpur yang telah mengakibatkan bencana ini merupakan kealpaan atau kesengajaan dalam kegiatan pengeboran sudah tentu Lapindo sebagai korporasi tidak dapat dijatuhi hukuman. Dan hal ini akan membuat masyarakat yang mencari keadilan akan terkoyak.
            Di Indonesia, salah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat 3 bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu :


1.      Dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Pasal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang Jalan.
2.      Dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pindana, seperti yang diatur dalam pasal 20 ayat
3.      UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU No.31/2004 tentang Perikanan
4.      Kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada koorporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
           kejahatan korporasi adalah merupakan pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, yang tentunya berkaitan dengan hubungan keperdataan, artinya hubungan yang menimbulkan tindak pidana tersebut adalah perbuatan perdata. Melakukan pengeboran yang bertujuan sebagai kegiatan penambangan gas di Blok Brantas oleh Lapindo Brantas Inc., menurut pengertian kejahatan korporasi adalah merupakan perbuatan perdata, sedangkan hal yang berlanjut mengenai adanya kesalahan manusia atau human error dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain adalah merupakan perbuatan tindak pidana.
            Human error yang dilakukan oleh Lapindo Brantas adalah tidak dipasangnya pipa selubung dalam aktivitas pengeborannya sehingga mengakibatkan bencana itu terjadi. Pemasangan chasing (pipa selubung) yang tidak dilakukan lebih awal oleh Lapindo ini dapat dijadikan sebagai suatu kelalaian dari sebuah korporasi dengan tidak dilaksanakannya standar keselamatan sebelum pelaksanan pengeboran.
            Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan oleh sebuah korporasi bernama Lapindo Brantas Incorporated. Dampak yang diakibatkan adanya perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat Sidorajo. Hal seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan. Dalam kasus Lapindo ditemukan beberapa pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum Pidana (KUHP) dan hukum Perdata (KUHPer).
            Sanksi dapat dijatuhkan kepada perorangan yaitu setiap orang yang memberi perintah maupun yang melaksanakan perintah, dalam kejadian ini, korporasi dapat juga dijadikan tersangka sesuai dalam Pasal 45 dan Pasal 46 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan didalam RUU KUHP Paragraf  7 tentang Korporasi yang dimulai dari pasal 44-49. Hingga saat ini tindakan nyata dari Lapindo   
            Brantas (Lapindo) sebagai pemegang izin eksplorasi dan eksplotasi pada Blok Brantas baru sebatas pemberian ganti rugi terhadap kerusakan fisik yang diderita warga sekitar daerah bencana. Sementara upaya menghentikan semburan lumpur dan upaya penanggulangan dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan sebagai akibat lain dari bencana tersebut belum ditangani secara benar dan sistematis.
definisi tentang perusakan lingkungan hidup yang terdapat dalam Pasal 1 angka 14 memuat unsur-unsur sebagai berikut :

1.   Adanya tindakan, tindakan yang dilakukan adalah pengeboran migas oleh PT. Lapindo Brantas dalam rangka mengeksplorasi dan ekplotasi sumber migas di Blok Brantas tersebut.
2.   Yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak terhadap perubahan fisik dan/ atau hayati lingkungan, semburan dan luberan lumpur yang masih terjadi saat ini memuat kandungan bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mengakibatkan perubahan langsung terhadap perubahan fisik lingkungan hidup di Kec. Porong dan sekitarnya yang belum ada kepastian sampai berapa lama lagi luberan lumpur ini akan berlanjut.
3.   Yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan, melihat fakta luberan dan semburan lumpur yang semakin hari semakin meningkat sudah jelas tidak akan terjadi pembangunan di Kec. Porong Sidoarjo dan sekitarnya tersebut, daerah ini akan terisolasi dan tidak ada yang dapat memperkirakan akan sampai berapa lama, bahkan jalan tol antara Surabaya-Gempol yang melewati daerah semburan lumpur ini diperkirakan akan ditutup dan tidak dapat dilewati kendaraan tranportasi orang dan barang.
Menurut Fredrik J. Pinakunary dalam tulisannya di Harian Koran Kompas, penerapan sistem tanggung jawab pidana mutlak dapat langsung menempatkan Lapindo sebagai pelaku kejahatan korporasi lingkungan125. Berbeda dari sistem tanggung jawab pidana umum yang mengharuskan adanya unsur kesengajaan atau kealpaan dalam pembuktian sebuah perbuatan pidana, dalam sistem tanggung jawab pidana mutlak, hanya dibutuhkan pengetahuan dan perbuatan dari terdakwa, yang artinya adalah dalam melakukan perbuatan tersebut, terdakwa telah mengetahui atau menyadari potensi hasil dari perbuatannya dapat merugikan pihak lain, maka keadaan ini telah cukup untuk menuntut pertanggungjawaban pidana kepadanya. Hal ini tentu saja dapat dilakukan oleh hakim sebagai living interpretator yang dapat menangkap semangat keadilan yang hidup ditengahtengah masyarakat dan hakim juga dapat mematahkan kekakuan normative prosedural undang-undang karena seiring dengan perkembangan hukum dan beradabnya negara-negara di seluruh dunia, hakim tidak lagi sekedar hanya mulut atau corong undang-undang.



DAFTAR PUSTAKA: